Image Hosted by ImageShack.us

Selasa, 02 September 2008

The Final Day of The Dugderan Festival

















Apa yang membedakan kota Semarang dan kota besar lainnya? Khususnya pada saat manjelang bulan Ramadhan? Jawabnya gampang, yaitu: dugderan.

Dugderan adalah semacam perayaan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, yang diadakan selama kurang lebih seminggu sebelum Ramadhan, dan hanya ada di kota Semarang!

Dugderan tahun 2008 ini, atau tahun 1429H diadakan di Masjid Agung Jawa Tengah, biasa disebut MAJT. Kalau dipikir, bagaimana jadinya jika perayaan besar semacam dugderan diadakan di kawasan Masjid Agung, yang juga besar, namun, tidak memiliki akses jalan yang memadai? Hmm, yah seperti yang saya alami hari Minggu kemarin.

Minggu, 31 Agustus 2008 sore, saya dan Ayah berboncengan menuju MAJT, bukan untuk menyaksikan perayaan dugderan, melainkan untuk mengambil jadwal imsakiyah bulan Ramadhan untuk keperluan pekerjaan. Kami berdua sudah tahu, karena ini hari terakhir, jika lewat rute biasa atau samping Makro, jalanan pasti macet, karena itu untuk menghindari kemacetan, kami berdua memilih lewat jalan Supriyadi kemudian belok kiri di lampu merah dan akan langsung sampai di depan MAJT.

Dugaan kami ternyata salah, jalan tersebut juga mengalami kemacetan yang sangat parah hingga depan MAJT bahkan motor saja susah untuk lewat. Bosan menunggu, kami pun banting setir lewat jalan tikus di perumahan padat penduduk depan MAJT. Kata warga jalan itu nanti tembusnya tepat di depan gerbang masuk MAJT, ternyata benar, kami sudah menemukan jalan keluar, namun masya Allah, di pertigaan jalan keluar tersebut macetnya sungguh luar biasa. Jalan yang hanya lebih kecil sedikit dari jalan gajah itu dijejali bermacam-macam kendaraan, mulai mobil pick up, motor, sepeda penjual es krim, sampai penjual balon karbitan. Melihat kemungkinannya hampir nol untuk bisa parkir di dalam area MAJT, kami pun memutuskan untuk parkir di halaman rumah penduduk yang memang berubah menjadi tempat parkir sementara. Setelah membayar uang parkir sebesar tiga ribu rupiah, kami lalu berjalan kaki merangsek masuk ke dalam area MAJT, bahkan, sungguh, jalan kaki pun susah! Sampai ke dalam MAJT, saya melihat kerumunan massa yang begitu banyaknya, orang-orang dari berbagai daerah di Jawa Tengah yang biasanya datang rombongan dengan menyarter bus, daihatsu atau bahkan truk, mendominasi kerumunan orang tersebut. Mungkin mereka ingin melaksanakan tarawih pertama di Masjid Terbesar di Jateng ini, ya? Atau ingin mendengarkan sambutan dari Pak Bibit? Setelah mendapatkan jadwal imsakiyah, kami pun mampir makan bakso di kafetaria MAJT, di saat makan, tiba-tiba terdengar suara letusan yang amat kuat, orang-orang di sekitar kami pada kaget, bahkan ada yang berkata kalau itu letusan dari tabung gas penjual balon yang meledak. Padahal, tentu saja itu adalah suara letusan meriam tanpa peluru yang digunakan untuk menandai datangnya bulan suci Ramadhan. Hanya saja, letusan yang biasanya terdengar sebanyak tujuh kali, saat itu hanya terdengar sebanyak empat kali saja.

Setelah itu, kami berjalan ke tempat parkir untuk kembali pulang. Sepintas terlihat arak-arakan peserta dugderan yang terakhir diiringi terbangan. Perjalanan pulang relatif mudah tidak begitu macet, kami pulang lewat daerah tambak boyo yang tembus ke arteri, dari arteri ke arah selatan menuju Jalan Majapahit, kemudian kami belok di depan BLK untuk pulang ke rumah kami yang terletak di daerah Kedungmundu.

Itulah sedikit pengalaman mengenai hari terakhir perayaan dugderan. Namun yang amat disayangkan adalah saya melihat banyak sampah dimana-mana, bahkan sampai pada altar di bawah payung elektronik.

Dengan berakhirnya festival tersebut, menandai datangnya bulan suci Ramadhan. Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang melaksanakan, dan semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT. Amin.

1 komentar:

devilzt mengatakan...

hi,, komentar yah fiz...
kembangkan terus blog kmu oke..
sekarang aku punya blog nieh..
my first blog....
devilzt.blogspot.com